
An interview with dr. Adiyana Esti
Ladies, Januari adalah Cervical Cancer Awareness Month! Untuk memperingati bulan ini, UMA berbincang langsung dengan dr. Adiyana Esti dari Angsamerah Clinic untuk menanyakan semua hal yang ingin kamu ketahui tentang kanker serviks—tipe kanker yang kasusnya sangat tinggi di Indonesia. Yuk, simak perbincangan kami!
Q:
Hi, dr. Esti! UMA ingin belajar lebih lanjut tentang kanker serviks, nih. Sebenarnya, serviks sendiri berfungsi sebagai apa, sih?
A:
Hi, UMA! Serviks adalah leher rahim. Seumpama rahim adalah sebuah botol, serviks adalah leher botol di mana cairan dapat keluar. Itulah di mana darah haid keluar, dan juga di mana bayi keluar saat melahirkan.
Q:
Saat kanker serviks terjadi, apa yang akan kita alami?
A:
Tergantung stadiumnya. Biasanya di stadium awal tidak ada keluhan apa pun. Namun jika sudah mulai ada keluhan tentang keputihan yang berbau, berdarah saat berhubungan seksual, nyeri punggung, dan/atau sakit perut luar biasa, bisa jadi sudah masuk stadium tiga atau lebih. Semakin kecil stadiumnya, semakin tidak ada keluhan. Itulah mengapa pap smear dibutuhkan untuk deteksi dini.
Q:
Kenapa kanker serviks bisa terjadi, Dok? Apa penyebabnya?
A:
Kanker serviks paling sering terjadi karena infeksi human pappilomavirus (HPV). Selain itu, hubungan seksual di usia yang terlalu muda (<20 tahun) dan sering melahirkan (>3 anak) juga dapat meningkatkan faktor risiko kanker serviks.
Saat perempuan masih di bawah umur 18 sampai 20 tahun, sel-sel tubuhnya masih berkembang. Dan saat tubuh mengalami banyak trauma fisik di masa tersebut, muncul potensi perubahan sel yang abnormal. Sama dengan yang sering melahirkan—seringnya terjadi trauma fisik dapat menyebabkan perubahan sel yang mengarah ke keganasan.
Q:
Dok, kabarnya kasus kanker serviks di Indonesia tergolong tinggi. Apakah benar?
A:
Nah, sebenarnya sedih kalau membahas ini. Indonesia berada peringkat kedua dunia dan peringkat pertama Asia Tenggara untuk jumlah pengidap kanker serviks. Bisa dibilang jumlahnya sungguh banyak karena kurangnya tindakan preventif yang dilakukan. Di Indonesia tidak terlalu banyak yang melakukan pap smear untuk deteksi dini. Mungkin di kota-kota besar lebih mudah diakses, tapi lebih susah bagi yang tinggal di daerah terpencil.
Q:
I see... Jadi, apakah pap smear dapat mencegah kanker serviks, dok?
A:
Kanker serviks bisa dihindari dengan vaksin HPV dan pap smear. Keduanya adalah prosedur preventif yang melengkapi satu sama lain.
Pada dasarnya, HPV memiliki sekitar 40 tipe—beberapa di antaranya menyebabkan kanker. Nah, vaksin membantu mencegah kita dari tipe-tipe tersebut. Apakah masih mungkin terkena kanker serviks setelah vaksin? Masih, tapi bisa dicegah dengan rutin pap smear bagi yang sudah aktif berhubungan seksual.
Q:
Untuk vaksin HPV, syaratnya apa saja ya dok?
A:
Perempuan mulai dari usia 9 tahun sudah bisa menerima vaksin HPV karena dianggap sudah mulai masuk masa pubertas—sudah terjadi perubahan sel dan hormonal yang memengaruhi serviks. Dan untuk vaksin HPV tidak ada batas usianya, selama masih aktif secara seksual. Meskipun begitu, disarankan untuk mendapatkan vaksin HPV pada usia 15 sampai 22 tahun, karena 22 dianggap usia “maksimal” dari pertumbuhan perempuan.
Jika berencana untuk hamil, jangan dilakukan secara bersamaan—vaksin HPV atau hamil terlebih dahulu? Jika sudah melahirkan atau hamil, Anda juga masih boleh menerima vaksin HPV.
Q:
Vaksin HPV dilakukan berapa kali, Dok? Kalau sudah pernah, apakah harus suntik lagi?
A:
Vaksin HPV dilakukan tiga kali—dua kali vaksin dan sekali booster. Perlindungannya mencapai 40 tahun.
Suntikan kedua dilakukan minimal dua bulan dari suntikan pertama, dan suntikan ketiga dilakukan minimal empat bulan dari suntikan kedua. FYI, Anda tidak bisa “kelewatan” vaksin, lho. Semisal berhalangan menerima vaksin pada waktu yang dijadwalkan, Anda masih bisa mendapatkannya di bulan-bulan berikutnya—tidak perlu mengulang dari nol! Terlambat tidak apa-apa, tapi jangan divaksin lebih cepat dari jadwal.
Vaksin HPV bisa didapatkan di Rumah Sakit. Harganya beragam, tergantung kebijakan Rumah Sakit tersebut.
Q:
Got it! Kalau pap smear harus berapa kali, dok? Syaratnya apa saja?
A:
Pap smear minimal dilakukan tiga tahun sekali, tapi sebaiknya setahun sekali sekaligus memerika status infeksi menular seksual (IMS) dan isu lainnya. Metode ini bisa dilakukan kalau Anda sudah berhubungan seksual. Jika belum, Anda dianggap belum terpapar virus HPV.
Fun fact: Pap smear hanya untuk mendeteksi kanker saja! IMS tidak dideteksi melalui pap smear. Namun melalui prosedur ini, bisa terlihat jamur atau bakteri yang merupakan indikator infeksi, tapi tidak bisa mendeteksi IMS. Kalau ada jamur atau bakteri, biasanya akan diobati lebih lanjut.
Buat yang sudah pernah melakukan aktivitas seksual, dianjurkan pap smear terlebih dahulu. Jika ditemukan tanda-tanda pre-cancer, maka vaksin bukan lagi prioritas. Yang menjadi prioritas adalah pengobatan.
Q:
Apakah kanker serviks menghambat kehamilan?
A:
Tergantung stadiumnya. Kalau ditemukan secara dini, masih ada peluang untuk disembuhkan dan untuk hamil setelahnya.
Q:
Let's talk about facts and myths! Apakah dr. Esti pernah mendengar mitos soal kanker serviks?
A:
Ada mitos kalau kanker serviks terjadi karena gonta-ganti pasangan melalui hubungan seks penetratif saja. Nah, padahal tidak ada jaminan bahwa yang hanya memiliki satu pasangan tidak bisa terkena. Virus HPV bisa menular lewat mulut, jadi hubungan seks oral pun bisa menularkan HPV.
Q:
Dari dr. Esti, pesan apa yang ingin disampaikan ke followers UMA terkait kanker serviks?
A:
Buat yang aktif secara seksual, jangan lupa untuk vaksin dan pap smear. Ajak juga pasangan Anda untuk vaksin! Lebih sulit untuk memeriksa HPV di area tubuh laki-laki, jadi harus preventif. Kita tidak boleh pasif soal masalah kesehatan, kita harus aktif melakukannya sendiri. Tidak ada yang bisa melindungi kita selain kita.
***
dr. Adiyana Esti adalah dokter umum lulusan Universitas Trisakti. Setelah lulus di tahun 2002, dr. Esti sempat menjadi konsultan medis dan tenaga penyuluh di bidang ketergantungan narkoba, serta berpengalaman dalam menangani kasus HIV. Sejak 2016, dr. Esti praktik di Angsamerah Clinic dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
We crack open taboos and talk about all things reproductive health. Follow UMA on Instagram.